Anak Laki-laki: Orang Tua Dahulu Kemudian Istri, Anak Perempuan: Suami Dahulu Kemudian Orang Tua
Sumber gambar: http://htkaskus.com/wp-content/uploads/2014/11/98.jpg |
Pada zaman sekarang ini hukum Islam dalam
berbagai aspek kehidupan sering terlupakan, padahal apabila kita menerapkannya
dengan sebenar-benarnya kehidupan didunia ini dirasa lebih bahagia. Salah satu
aspek hukum Islam yang mulai dilupakan oleh penganutnya adalah perihal
keutamaan orang tua bagi anak laki-laki daripada istrinya. “Seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata;
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?”
beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” beliau menjawab:
“Ibumu.” Dia bertanya lagi; “kemudian siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.”
Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” dia menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR.
Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Tirmidzi, Ahmad).
Bagi anak laki-laki, walaupun sudah menikah
tidak boleh melepaskan tanggung jawab terhadap orang tuanya. “Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (QS. Al Israa : 23).
Sumber gambar: https://abuhudzaifahthalibi.files.wordpress.com/2012/03/baktiku.jpg |
Laki-laki wajib membelanjai istri dan anaknya
dan wajib terus memperhatikan nasib ibu dan ayah kandungnya. Anak laki-laki
yang dewasa, lalu menikah, ibunya lebih berkuasa terhadap dirinya dari pada
istrinya. Kalau si ibu jahat, maka celakalah rumah tangga anak laki-laki
kandungnya. Karena ibu lebih berhak kapada anak laki-laki kandungnya, maka anak
laki-laki harus berusaha menjaga perasaan ibunya. “Datang seorang
laki-laki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu meminta izin untuk ikut
berjihad. Maka Beliau bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”
Laki-laki itu menjawab: “Iya”. Maka Beliau berkata: “Kepada keduanyalah kamu
berjihad (berbakti) “. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad,
Nasa’i)
Sedangkan bagi anak perempuan, setelah dia
menikah, pengabdian anak perempuan putus dan beralih kepada
suaminya. Jadi, beruntunglah anak-anak perempuan karena beban mereka tidak
seberat beban anak laki-laki. ”Siapakah yang berhak terhadap seorang
wanita?” Rasulullah menjawab, “Suaminya” (apabila sudah menikah). Aisyah Ra
bertanya lagi, ”Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?” Rasulullah
menjawab, “Ibunya” (HR. Muslim)
Bentuk ketaatan seorang istri pada suaminya
digambarkan melalui hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa (sunnah) sementara
sementara suaminya ada di rumah, kecuai dengan seizinnya. Dan tidak boleh
mengizinkan seseorang masuk ke dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya. Dan
sesuatu yang ia infakkan tanpa seizinnya, maka setengahnya harus dikembalikan
pada suaminya.” (HR. Bukhari, Ahmad, Abu Daud, Darimi).
Tetapi sebagai suami kita juga harus bertanggung jawab atas istri dan anak-anak. "Takutlah kalian kepada Allah dalam memperlakukan istri-istri kalian, sesungguhnya kalian menikahi mereka dengan amanah Allah, menghalalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah, dan kalian juga berkewajiban untuk memberi nafkah serta pakaian kepada mereka dengan baik." (HR. Muslim).
"(Kewajibannya adalah) Memberi makan kepada istrinya apabila dia makan, mengenakan pakaian kepadanya jika dia memakai baju, tidak menghinanya, tidak memukul kecuali pukulan yang tidak membahayakan, tidak juga meninggalkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i, dan Ibnu Maajah). Apabila kita diberi kecukupan rezeki oleh Allah Swt. selain menafkahi orang tua, istri dan anak alangkah baiknya kita juga membantu menafkahi mertua dan membantu saudara-saudara kita yang lain. “Satu dinar yang kalian belanjakan dijalan Allah, satu dinar yang kalian belanjakan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kalian nafkahkan untuk fakir miskin, dan satu dinar yang kalian belanjakan untuk keluargamu, (di antara itu semua) yang lebih besar pahalanya adalah satu dinar yang kalian belanjakan untuk keluargamu.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mari kita tegakkan
kembali hukum Islam, sehingga kehidupan kita diridhoi Allah dan membawa
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin.
@hendraahong
Komentar
Posting Komentar